Categories
Uncategorized

MODERNISASI SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA

Oleh: Muhammad Heikal Daudy

  1. Pendahuluan

Secara historis bila merujuk kepada kajian ilmu negara dan tata negara, dapat dibedakan antara bentuk negara dan pemerintahan. Bentuk negara misalnya: (i) Konfederasi; (ii) Kesatuan; (iii) Federasi; (iv) Dominion; dan (v) Protektorat. Sementara bentuk pemerintahan contohnya: (a) Aristokrasi; (b) Otokrasi; (c) Meritokrasi; (d) Plutokrasi; (e) Oligarkhi; (f) Tirani; (g) Mobokrasi; (h) Monarkhi (feodal, absolut dan dispotik, konstitusional dan administratif), (i) Republik (bangsawan, konstitusional, administratif dan diktatorial), (j) Khalifah; (k) Teokrasi; (l) Commonwealth (Pesemakmuran);  dan (m) Demokrasi (Konstitusional dan Revolusioner).

Wujud pemerintahan tersebut, dimaksudkan sebagai wadah untuk mengatur kehidupan bernegara agar tercipta rasa harmonis, aman-sentosa, makmur dan sejahtera, walaupun ada sebagian penguasa yang menyalahgunakan kekuasaannya.

Umumnya setiap negara memiliki sistem untuk menjalankan kehidupan permerintahannya. Sistem tersebut adalah sistem pemerintahan yang tujuannya untuk menjaga kestabilan pemerintahan, pertahanan, ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Sistem ini dapat diartikan sebagai sebuah tatanan utuh yang terdiri dari bermacam macam komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan serta memengaruhi dalam pencapaian fungsi dan tujuan pemerintahan.

Sistem pemerintahan merupakan cara pemerintah dalam mengatur segala yang berhubungan dengan pemerintahan. Secara luas, sistem ini dapat diartikan sebagai sistem yang menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum minoritas dan mayoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, ekonomi, pertahanan, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang berkesinambungan dan berkembang, yang pada akhirnya menempatkan masyarakat bisa turut serta dalam pembangunan dinegaranya tersebut. Secara sempit, Sistem pemerintahan dapat diartikan sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah munculnya perilaku reaksioner atau radikal dari masyarakat.

Sistem Pemerintahan dalam berbagai literatur kajian juga dimaksudkan sebagai hubungan antar lembaga-lembaga Negara yang menjalankan segala tugas pemerintah baik sebagai lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Kekuasaan Eksekutif  diartikan sebagai kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan pemerintahan, kekuasaan Legislatif  dipahami sebagai kekuasaan membentuk undang-undang, dan Kekuasaan Yudikatif diilustrasikan sebagai kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran atas undang-undang.

Pada kesempatan yang lain, sistem pemerintahan dipahami sebagai kumpulan aturan-aturan dasar mengenai pola kepemimpinan, pola pengambilan keputusan, dan pola pengambilan kebijakan. Sehingga dari sejumlah perbedaan tersebut dari banyak kalangan dalam memosisikan arti dan bentuk sistem pemerintahan, diyakini bahwa sistem pemerintahan memiliki bentuk operasional yang tidak yang masing-masing mempunyai kelebihan, kekurangan, karakteristik, serta perbedaan masing-masing, dan diterapkan sesuai dengan kondisi masing-masing negara.

Ada beberapa macam sistem pemerintahan di dunia ini, dan setiap negara berhak memilih sistem pemerintahan yang akan dianutnya. Indonesia sendiri dalam sejarah ketatanegaraannya pernah mempraktekkan model presidensial dan parlementer. Kedua sistem tersebut pernah berlaku dan tak lepas dari kelebihan-kelebihan dan juga berbagai kekurangan dimasanya masing-masing. Sekalipun saat ini, Indonesia pasca reformasi dan Amandemen UUD 1945 kembali pada era presidensil yang konon terus akan diperkuat.

  1. Permasalahan

Rumusan masalah sesuai topik tulisan ini agar tidak meluas maka perlu dibatasi ruang lingkupnya kepada tiga bentuk pertanyaan sebagai berikut :

  1. Bagaimanakah Implementasi Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia ?
  2. Apakah yang harus diperbaiki dalam sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia ?
  3. Bentuk rekomendasi bagaimanakah yang dapat dilakukan untuk memperbaiki sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia ?

.

  1. Pembahasan
1.      Sistem Pemerintahan Indonesia
a. Berdasarkan UUD 1945 Sebelum Diamandemen

Sebelum diamandemen, UUD 1945 mengatur kedudukan lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara, serta hubungan antar lembaga-lembaga tersebut. Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi, kemudian kedaulatan rakyat diberikan seluruhnya kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (Lembaga Tertinggi). MPR mendistribusikan kekuasaannya (distribution of power) kepada lima Lembaga Tinggi yang sejajar kedudukannya, yaitu Presiden, Mahkamah Agung (MA), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum di amandemen tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 tentang pokok-pokok sistem pemerintahan negara indonesia, sebagai berikut:

  1. Sistem Konstitusional;
  2. Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat);
  3. Kekuasaan tertinggi negara ada di tangan MPR;
  4. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas;
  5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR;
  6. Presiden merupakan penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah MPR;
  7. Menteri negara adalah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggung jawab kepada DPR.

Berdasarkan pokok-pokok sistem pemerintahan di atas, sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Ciri dari sistem pemerintahan masa itu adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan. Hampir semua kewenangan presiden yang di atur menurut UUD 1945 tersebut dilakukan tanpa melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Karena itu tidak adanya pengawasan dan tanpa persetujuan DPR, maka kekuasaan presiden sangat besar dan cenderung dapat disalahgunakan. Karena dalam praktik perjalanannya ternyata kekuasaan yang besar dalam diri presiden lebih banyak mudharatnya kepada bangsa dan negara, daripada manfaat demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

  1. Berdasarkan UUD 1945 Setelah Diamandemen

Pada era Reformasi bangsa Indonesia bertekad untuk menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Untuk itu, perlu disusun pemerintahan yang konstitusional yang berdasarkan pada konstitusi. Model pemerintahan seperti ini  menekankan beberapa hal sebagai ruh atau substansi berjalannya pemerintahan yang dominan dan dapat disaksikan pada:

  1. adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan atau eksekutif; serta
  2. adanya jaminan atas Hak Asasi Manusia. (HAM).

Reformasi pada akhirnya menuntut dilakukannya perubahan atau amandemen terhadap UUD 1945. Harapannya UUD 1945 disyaratkan menjadi groundnorm yang bersifat konstitusional. Sehingga melahirkan sistem pemerintahan yang lebih baik dari yang sebelumnya. Amandemen atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Berdasarkan UUD 1945 yang telah diamandemen itulah menjadi pedoman bagi sistem pemerintahan yang dijalankan hingga dewasa ini.

Diakui bahwa berubahnya praktik sistem pemerintahan hasil amandemen tersebut masih dalam situasi transisi. Sebelum diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen keempat tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada UUD 1945 dengan beberapa perubahan seiring dengan adanya transisi menuju sistem pemerintahan yang baru. Sistem pemerintahan baru diharapkan berjalan mulai tahun 2004 setelah dilakukannya Pemilu 2004.

Undang-Undang Dasar 1945 berdasarkan Pasal II Aturan Tambahan terdiri atas Pembukaan (Prembule) dan Pasal-pasal. Tentang sistem pemerintahan negara republik Indonesia dapat dilihat di dalam pasal-pasal sebagai berikut :
1.      Negara Republik Indonesia adalah negara Hukum. Tercantum di dalam Pasal 1 ayat (3), tanpa ada penjelasan;
2.      Sistem Konstitusional. Secara eksplisit tidak tertulis, namun secara substantif dapat dilihat pada pasal-pasal antara lain: Pasal 2 ayat (1); Pasal 3 ayat (3); Pasal 4 ayat (1); Pasal 5 ayat (1) dan lain-lain;
3.      Kekuasaan MPR bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara. Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) bahwa MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). MPR berdasarkan Pasal 3, mempunyai wewenang dan tugas untuk: (i) Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar; (ii) Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden; serta (iii) Dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya berdasarkan putusan MK RI menurut UUD;
4.      Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi menurut UUD masih relevan dengan jiwa Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2);
5.      Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. Dengan memperhatikan pasal-pasal tentang kekuasaan pemerintahan negara (Presiden) dari Pasal 4 s.d. 16, dan DPR (Pasal 19 s.d. 22B), maka ketentuan bahwa Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR masih relevan. Sistem pemerintahan negara republik Indonesia masih tetap menerapkan sistem presidensial;
6.      Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak ber-tanggungjawab kepada DPR. Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden yang pembentukan, pengubahan dan pembubarannya diatur dalam undang-undang Pasal 17);
7.      Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas. Presiden sebagai kepala Negara, kekua-saannya dibatasi oleh undang-undang. MPR berwenang memberhentikan Presiden dalam masa jabatanya (Pasal 3 ayat 3). Demikian juga DPR, selain mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan menyatakan pendapat, juga hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas (Pasal 20 A ayat 2 dan 3).

Karakteristik lainnya yang ditunjukkan dari amandemen UUD 1945 ialah Negara Republik Indonesia menjalankan pemerintahan dimana seluruh atau sebagian rakyat memegang kekuasaan yang tertinggi di dalam negara. Oleh karena itu, kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar.

2.      Modernisasi Pemerintahan di Indonesia

Modernisasi dipandang sebagai sebuah proses transformasi yang sistematis dan rasional. Dalam rangka mencapai status modern, struktur nilai-nilai tradisional yang dianggap menahan laju modernisasi harus diubah secara total dengan sperangkat struktur dan nilai-nilai modern (barat) yang belum pernah ada dan dibayangkan sebelumnya oleh masyarakat. Hasil dari proses modernisasi ini adalah homogenisasi yaitu suatu proses transformasi yang menghasilkan model masyarakat dan struktur sosial, politik, dan ekonomi yang bentuknya tunggal/seragam.

Dalam usaha mengimplementasikan ide modernisasi ini kondisi NRI pasca Orde Baru (Orba) memperoleh momentum yang tepat karena keruntuhan rezim orba hampir tidak menghilangkan karakteristiknya yang bersifat oligarkhis. Terbukti rezim yang ada sekarang masih berjuang mengangkat akar kekuasaan yang bersifat oligarkhis pula. Rezim yang ada dalam rezim reformasi berusaha membandingkan respon kapitalisme pasar. Negara hendak mengonsolidasikan kekuatan otoritarian menghadapi sisa-sisa oligarkhi politik yang sudah mengakar.

Terlepas dari pertimbangan apapun, pelaksanaan modernisasi pemerintahan di Indonesia tidak boleh lekang dari sejarah dalam kancah penyelenggaraan administrasi pemerintahan suatu negara. Ide modernisasi pemerintahan idealnya hadir atas dasar desakan-desakan dari lapisan bawah (politisi daerah) kepada pemerintah pusat yang menginginkan perubahan mendasar mengenai kebijakan politik, hukum, dan ekonomi dalam menjalankan roda pemerintahan.

Untuk maksud ini, disyaratkan perlunya pengetahuan dan pemahaman tentang demokrasi. Hak-hak Asasi Manusia yang mengakui kebebasan mengeluarkan pendapat dan berorganisasi dan Hak-hak warga negara. Bahkan maksud dan hakikat dari falsafah negarapun harus ditafsirkan lebih fleksibel, demi menghargai dan menghormati nilai-nilai demokrasi yang universal dan manusiawi.

Modernisasi sistem pemerintahan yang berjalan di Indonesia haruslah merupakan hasil dari rangkaian proses panjang yang berasal dari perbandingan sistem pemerintahan antarnegara dengan corak ke-Indonesiaan yang bermuara pada praktik pemerintahan di era sebelum NRI merdeka, khususnya praktik yang ditinggalkan pada masa kerajaan/kesultanan nusantara. Sekalipun pada kenyataannya, praktik pemerintahan di Indonesia yang berjalan saat ini banyak mengadopsi praktik-praktik pemerintahan di negara lain.

 

3.      Penutup

Sistem pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga yang bekerja dan berjalan saling berhubungan satu sama lain menuju tercapainya tujuan penyelenggaraan negara. Lembaga-lembaga negara dalam suatu sistem politik meliputi empat institusi klasik pokok, yaitu eksekutif, birokratif, legislatif, dan yudikatif. Selain itu, terdapat lembaga lain atau unsur lain seperti parlemen, pemilu, dan dewan menteri.

Dalam sistem pemerintahan negara republik, lembaga-lembaga negara itu berjalan sesuai dengan mekanisme demokratis. Kenyataan itu pula yang dipraktikkan Indonesia berdasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.” Maka dengan demikian, sistem pemerintahan di Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan negara Indonesia berbeda dengan sistem pemerintahan yang dijalankan di negara lain. Namun, terdapat juga beberapa persamaan antarsistem pemerintahan negara.

Usaha-usaha dalam rangka memodernisasi pemerintahan di Indonesia, sebenarnya telah sering dilakukan, namun sayangnya sering sekali dianggap sebagai ancaman yang destruktif. Rakyat perlu diperkuat kembali bahwa keberadaannya bukanlah sebagai alat kekuasaan yang rentan dikapitalisasi dan dipolitisasi. Elit penguasa dan rakyat harus bisa bekerjasama demi langgengnya tujuan bernegara dan berbangsa (nation-state).

 

Referensi

  1. A.B. Kusuma, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945 (Memuat Salinan Dokumen Otentik BPUPKI), Fakultas Hukum UI, Depok, Jawa Barat, Tanpa cetakan, Tanpa Tahun.

 

Siti Aminah, Kuasa Negara Pada Ranah Politik Lokal, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, Cetakan ke-1, Juni 2014.

 

Yusra Habib Abdul Gani, Self Government Studi Perbandingan Tentang Desain Administrasi Negara, Paramedia Press, Cetakan ke-1, Desember 2009.

 

http://rinerlis.blogspot.co.id/2012/12/makalah-sistem-pemerintahan-indonesia_17.html

http://pkn-ips.blogspot.co.id/2014/11/sistem-pemerintahan-republik-indonesia.html

http://ikhsan-mukhlis.blogspot.co.id/2011/01/sistem-pemerintahan-indonesia-menurut.html

http://mexprex7.blogspot.co.id/2011/12/sistem-pemerintahan-negara-indonesia.html

 

TENTANG PENULIS

Muhammad Heikal Daudy, lahir di Banda Aceh pada 1 Juli 1985. Menempuh pendidikan formal dari SD Negeri No. 9 Banda Aceh lulus tahun 1997, SLTP Negeri No. 1 Banda Aceh lulus tahun 2000, dan SMU Negeri No. 4 Banda Aceh lulus tahun 2003. Memperoleh gelar Sarjana Hukum pada tahun 2008 dengan predikat Cumlaude. Lulus Program Magister Ilmu Hukum pada tahun 2013, dan Lulus Program Doktor Ilmu Hukum pada tahun 2024. Keseluruhan jenjang pendidikan tinggi tersebut diselesaikannya di kampus jantong Hatee Rakyat Aceh Universitas Syiah Kuala (USK).

Pengalaman bekerja, pada tahun 2008 sd. 2009 pernah bekerja sebagai Pegawai Tidak Tetap (PTT) dilingkungan Kantor Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Aceh. Kemudian lulus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) Komnas HAM RI pada tahun 2009, hingga berhenti dengan hormat atas permintaan sendiri sebagai PNS Komnas HAM RI pada tahun 2011. Panggilan hati untuk menekuni dunia mengajar, mulai digeluti sejak tahun ajaran 2011 sd. Sekarang. Kesehariannya sebagai Dosen Tetap Yayasan pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Aceh (UNMUHA).

[*] Tulisan ini didedikasikan kepada (Alm) Dr. Qismullah Yusuf, Sang Tokoh Pendidikan Aceh. Adalah Pak Qis (demikian beliau populer dikalangan akademisi serta kaum intelektual di Aceh) juga merupakan Ketua Lembaga Pengembangan Sumber Daya Manusia (LPSDM) Aceh. Embrio yang kelak menjelma menjadi Komisi Beasiswa Aceh, dan penulis merupakan salah satu peserta yang dinyatakan LULUS seleksi dan berhak menerima skema program beasiswa Aceh perdana dengan bendera LPSDM tersebut pada masa kepemimpinan Irwandi-Nazar sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh masa itu. Namun penulis tidak memanfaatkan kesempatan tersebut oleh karena diwaktu bersamaan juga dinyatakan LULUS sebagai CPNS pada salah satu lembaga negara non-kementerian.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: