Categories
pandemi Tulisan Mahasiswa

Vaksinasi Covid-19 Di Indonesia: Hak Atau Kewajiban Warga Negara?

Wabah Covid-19 yang melanda dunia pada tahun 2020 dan yang tak kasat mata ini telah menyebar ke 189 negara dan,  tidak terkecuali Indonesia. Seluruh jagat terus berjuang melawan virus yang ukurannya lebih kecil dari partikel atom. Virus ini melumpuhkan secara dasyat, ibarat ‘pasukan senyap’ yang menyelinap dan membunuh manusia pada jalan nafasnya. Presiden Joko Widodo melalui keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang penetapan kedaruratan kesehatan masyarakat Corona Virus Disease 2019 (covid-19), menetapkan status kedaruratan kesehatan, yang juga diikuti dengan terbitnya peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (covid-19) dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasionan dan/atau stabilitas sistem keuangan dan peraturan pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Pemerintah melalui Menteri Kesehatan menyatakan bahwa mereka telah mendistribusikan 1,2 juta dosis vaksin Covid-19 ke 34 (tiga puluh empat) provinsi di seluruh Indonesia per 7 Januari 2021. Pelaksanaan vaksinasi bertujuan untuk dapat menurunkan transmisi atau penularan covid-19, mengurangi angka kematian atau kesakitan karena coronavirus, tercapainya kekebalan imun masyarakat kelompok,menghindari dan menjaga masyarakat sehat, meningkatkan sistem kesehatan secara menyeluruh, serta menjaga dan meminimalisir dampak sosial dan ekonomi. Sedangkan pelaksanaan vaksinasi direncanakan akan dilakukan pada minggu kedua Januari 2021, setelah dikeluarkannya izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan).

Di tingkat masyarakat, terjadi pro dan kontra terkait pelaksanaan vaksinasi di Indonesia. Sejumlah pihak mempertanyakan apakah vaksinasi untuk masyarakat merupakan hak ataukah kewajiban. Pemerintah melalui Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menyampaikan bahwa vaksinasi Covid-19 merupakan bagian dari kewajiban seluruh warga negara untuk mewujudkan kesehatan masyarakat. Namun sejumlah aktivis pada bidang Hak Asasi Manusia tegas menyatakan bahwa menolak vaksin adalah hak asasi rakyat.

Dari sudut pandang penggiat HAM, vaksin sejatinya secara konstitusional adalah hak atas kesehatan yang merupakan hak asasi manusia yang menjadi kewajiban pemerintah untuk memenuhinya, sebagaimana amanat UUD 1945 Pasal 28H ayat 1 yang berbunyi

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.

Sementara itu, secara internasional, Pasal 25 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia mengatakan dengan gamblang bahwa:

“Setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, sandang, papan, dan pelayanan kesehatan, pelayanan sosial yang diperlukan, serta hak atas keamanan pada saat menganggur, sakit, cacat, ditinggalkan oleh pasangannya, lanjut usia, atau keadaan-keadaan lain yang mengakibatkan merosotnya taraf kehidupan yang terjadi diluar kekuasaannya”

Artinya, dari redaksi diatas jelas menyebutkan bahwa hak kesehatan adalah bagian hak yang harus dipenuhi negara atas warga negara. Dan dalam hal ini vaksinaksi Covid-19 adalah hak rakyat untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Meski perlu digarisbawahi bahwa masih ada sekelompok masyarakat yang masih menolak untuk divaksin, padahal pemerintah memerlukan dukungan dari masyarakat untuk mensukseskan program vaksinasi. Dalam hal inilah vaksin menjadi kewajiban masyarakat.

Selain itu masyarakat juga mempertanyakan efikasi dan efektivitas dari vaksin Covid-19 tersebut dengan dalih seperti tidak efektif, isu konspirasi, menimbulkan efek samping termasuk aspek kehalalannya (walaupun berkaitan dengan aspek kehalalannya telah dinyatakan suci dan halah oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)). Bahkan terdapat daerah yang menyatakan bahwa masyarakat yang menolak vaksin Covid-19 akan dikenakan denda. Sebagai contoh di DKI Jakarta, yang mana pada peraturan Provinsi Daerah Khusus IbuKota Jakarta Nomor 2 tahun 2020 tentang penanggulangan Covid-19 DKI Jakarta yang menyebutkkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi Covid-19 dapat dipidana dengan denda paling banyak sebesar Rp5.000.000.

Apabila melihat dalam konteks kondisi Indonesia yang dewasa ini, yang mana telah mengumumkan status darurat kesehatan melalui keputusan presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang penetapan kedaruratan kesehatan masyarakat corona virus disease 2019 (Covid-19) dan apabila proses vaksinasi adalah cara yang tersedia saat ini dalam rangka mengurangi tingkat penularan Covid-19, maka Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 dapat dikesampingkan dan peraturan yang berlaku adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 dan undang-udang Nomor 4 Tahun 1984. Dalam hal ini, berlaku suatu asas dalam hukum yakni Lex specialis derogate lex generali.

Asas ini merujuk kepada dua peraturan perundang-undangan yang secara hierarkis mempunyai kedudukan yang sama, namun ruang lingkup materi muatan antara kedua peraturan perundang-undangan itu tidak sama, yaitu yang satu merupakan pengaturan secara khusus dari yang lain. Lex Generalis disini adalah undang-undang Nomor 36 tahun 2009. Sedangkan Lex Specialis disini adalah undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984. Sehingga dalam konteks ini, vaksinasi dapat menjadi suatu hal yang bersifat wajib dan barangsiapa menghalang-halangi upaya dalam rangka memutus rantai penularan Covid-19 atau menolak vaksinasi, maka orang tersebut dapat dikenakan sanksi.

Oleh sebab itu, pelaksanaan vaksinasi di Indonesia dapat menjadi suatu kewajiban bagi setiap warga negara. Memang, terdapat hak seseorang untuk dapat memilih pelayanan kesehatan baginya. Namun bila dilihat pada konteks situasi pandemik saat ini, maka hak tersebut dapat dikurangi dalam rangka untuk mencapai tujuan negara yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan juga termasuk melindungi hak asasi seseorang itu sendiri dalam rangka memperoleh hak untuk hidup sehat.

Meski demikian, sanksi bagi mereka yang menolak vaksin harus dikaji ulang, dikarenakan pemaksaan vaksin sendiri bertentangan dengan HAM meskipun pemerintah sudah mengeluarkan Perpres Nomor 14 tahun 2021 Perubahan Atas Perpres Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Amnesty International Indonesia mengatakan penjaminan hak kesehatan masyarakat harusnya dilakukan dengan persetujuan, bukan pemaksaan

Maka dari penjelasan diatas, pada kasus vaksinasi di Indonesia terdapat sejumlah variable yang saling terkait. Yakni negara dalam keadaan darurat dan selanjutnya adalah berkaitan dengan kewajiban asasi manusia untuk menghargai hak asasi orang lain, maksudnya adalah hak atas kesehatan orang lain.  Oleh sebab itu, vaksinasi yang pada mulanya adalah suatu hak bagi seseorang dapat berubah menjadi suatu kewajiban mengingat negara dalam keadaan darurat dan selanjutnya adalah berkaitan dengan kewajibab asasi manusia untuk menghargai hak asasi orang lain, dalam hal ini adalah atas kesehatan orang lain. Namun, upaya upaya komunikasi persuasif dan informatif harus lebih diutamakan mengingat upaya represif regulatif terkadang malah akan menimbulkan masalah yang lebih besar dari banyak sisi.

Hayatun Nisa (Mahasiswa IPOL, FISIP UIN Ar-Raniry Banda Aceh)

Youtube : hayatun nisa, Ig : Icha_hanisa12, email :hayatunnisaa125@gmail.com

Categories
pandemi Uncategorized

Kewajiban Penggunaan Vaksin dan Peraturan Hukum Atas Vaksin

Pandemi Covid-19 menimbulkan status kedaruratan di Indonesia. Melalui keputusan Presiden Nomor 11 tahun 2020, Indonesia telah mengumumkan status kedaduratan kesehatan. Berbagai upaya dilakukan dalam rangka mengatasi dampak pandemi Covid-19. Salah satunya adalah upaya vaksinasi. Pemerintah melalui Menteri Kesehatan menyatakan bahwa telah mendistribusikan 1,2 juta dosis vaksin Covid 19 ke 34 provinsi di seluruh Indonesia per 7 januari 2021. Sedangkan pelaksanaan vaksin direncanakan akan dilakukan pada minggu kedua januari 2021, setela dikeluarkan izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization. Oleh BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan). Namun, di masyarakat timbul pro kontra terkait vaksinasi tersebut (Sekretariat Kabinet Republik Indonesia,9 Januari 2021). Sejumlah kalangan masyarakat menolak untuk divaksin. Sejumlah pihak mempertanyakan apakah vaksinasi untuk masyarakat merupakan hak ataukah kewajiban. Pemerintah melalui wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menyampaikan bahwa vaksinasi Covid 19 merupakan bagian dari kewajiban seluruh warga Negara untuk mewujudkan kesehatan masyarakat.namun sejumlah aktivis pada bidang Hak Asasi Manusia tegas menyatakan bahwa menolak vaksi adalah hak asasi rakyat (Law Justice, 13 Januari 2021). Vaksin berasal dari bahasa Inggris yaitu vaccin yang artinya suspensi dari bibit penyakit yang hidup, namun telah dilemahkan atau dimatikan untuk menimbulkan kekebalan dalam tubuh (Nuryani et al., 2015). Vaksin yang diciptakan juga berhubungan dengan penyakit yang sedang diteliti dan bagaimana cara agar tidak menyebar cepat ke seluruh tubuh bahkan menular ke orang lain (Azizah Palupi, 2018).

Selain itu masyarakat juga mempertanyakan efikasi dan efektivitas dari vaksin covid-19 tersebut dengan dalih seperti tidak efektif, isu konspirasi, menimbulkan efek samping termasuk aspek kehalalannya (walaupun berkaitan dengan aspek kehalalannya telah dinyatakan suci dan halal oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)). Bahkan terdapat daerah yang menyatakan bahwa masyarakat yang menolak vaksin covid 19 akan dikenakan denda. Sebagai contoh DKI Jakarta, yang mana pada peraturan daerah provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 tentang penanggulangan Covid 19 DKI Jakarta yang menyebutkan bahwa setiap orang yang sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi covid 19 dapat di pidana dengan denda paling banyak sebesar Rp. 5.000.000. Akibatnya, sejumlah pihak yang kontra menyatakan bahwa pasal pada perda tersebut bertentangan dengan undang-undang maupun ha katas kesehatan yang tertuang dalam undang-undang dasar Negara Indonesia tahun 1945. Sedangkan pihak yang pro menyatakan pasal tersebut secara khusus maupun adanya pelaksanaan vaksinasi di Indonesia secara umum adalah bertujuan untuk menyelamatkan masyarakat dari wabah covid-19.

Hak atas kesehatan sebagai hak asasi manusia telah diakui dan diatur dalam berbagai instrumen internasional. Jaminan pengakuan hak atas kesehatan tersebut secara eksplisit dapat dilihat dari beberapa instrumen internasional. Indonesia merupakan Negara yang memberikan pelindung secara konstitusional terhadap hak asasi manusia (HAM). Pelindungan terhadap HAM tersebut dimasyarakat secara luas dalam rangka mempromosikan penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia sebagai ciri yang penting suatu Negara hukum yang demokratis. Berkaitan dengan pelindungan konstitusional terhadap hak atas kesehatan mental tercermin dalam pasal 28H ayat (1) Undang-undang dasar Negara republik Indonesia tahun 1945 yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidupbyang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Bahkan, lebih lanjut disebutkan juga mengenai kewajiban Negara terkait hal tersebut dalam pasal 34 ayat (3) yang menyatkan bahwa “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan umum yang layak”. Hal ini menunjukan bahwa ha katas kesehatan termasuk di dalam kesehatan mental dilindungi secara konstitusional. Disebutkannya konsep mengenai hak asasi yang berkaitan dengan kesehatan tersebut, maka Negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak tersebut.

Di tingkat masyarakat, terjadi pro dan kontra terkait pelaksanaan vaksinasi di Indonesia. Salah satu hukum berkaitan dengan vaksinasi ini adalah apakah vaksinasi untuk masyarakat merupakan hak ataukah kewajiban. vaksin adalah hak asasi rakyat. aktivis tegas menyatakan bahwa menolak vaksin adalah hak asasi rakyat. Mereka menggunakan dasar hukum pasal 5 ayat (3) undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya”.

Sekilas, alasan hukum tersebut dapat menjadi legitimasi terhadap penolakan vaksin covid 19 berdasarkan hukum di Indonesia. Namun bila dikaji berdasarkan kondisi bernegara Indonesia di masa pandemi covid 19, pelaksanaan vaksinasi dapat menjadi suatu hal yang bersifat wajib. terdapat sejumlah alasan terkait dengan hal tersebut yaitu bila dikaji dalam konteks penanganan wabah, khususnya dimasa pandemi covid 19, terdapat undang-undang lain untuk menentukan apakah vaksinasi adalah hak dan kewajiban. Pasal 14 ayat (1) undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular yang menyatakan bahwa “Barang siapa yang sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanyasatu tahun atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000.”  

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa vaksinasi dalam rangka penanganan covid 19 adalah suatu hak dan kewajiban dari warga Negara. Memang, terdapat hak seseorang untuk memilih pelayanan kesehatan baginya . Namun bila dilihat pada konteks virus covid 19 yang berskala pandemi, serta merujuk pada point kedua bahwa seseorang yang tidak divaksin justru dapat berpotensi menjadi virus carrier bagi orang lain, maka hak tersebut dapat dikurangi dalam rangka untuk mencapai tujuan negera yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia (dalam hal ini melindungi dari virus covid 19), dan juga termasuk melindungi hak asasi seseorang itu sendiri dalam rangka memperoleh hak untuk hidup secara sehat. Oleh sebab itu, vaksinasi mulanya adalah suatu hak bagi seseorang dapat merubah menjadi suatu kewajiban mengingat Negara dalam keadaan darurat dan selanjutnya adalah berkaitan dengan kewajiban asasi manusia untuk menghargai hak asasi orang lain, dalam hal ini adalah hak atas kesehatan orang lain. Adapun terkait sanksi pidana dalam pemberlakukan kewajiban vaksinasi, seyogianya tetap menjadi suatu sarana terakhir (ultimum remedium) apabila pranata-pranata lainya tidak berfungsi. Namun, melihat situasi kondisi di Indonesia semakin memburuk akibat covid 19, sehingga dimungkinkan untuk menyelamatkan Indonesia beserta segenap unsurnya dari kondisi yang kian memburuk tersebut dengan penerapan sanksi pidana bisa saja diberlakukan. Alternatif lain bisa jadi adalah, adanya kerjasama antara pemilik usaha, apalagi institusi pemerintah secara formal untuk mendukung program vaksinasi dan pewajiban bagi para karyawan yang beraktivitas di ruang publik.

Referensi

Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, ”Menkes Sebut Vaksinasi COVID-19 Akan Dimulai Pekan Depan”, 2021, dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, https://setkab.go.id/menkes-sebut-vaksinasiCovid-19-akan-dimulai-pekan-depan/ . (diakses pada 9 Januari 2021).

Law Justice, ”Natalius Pigai: Menolak Vaksin adalah Hak Asasi Rakyat!”, 2021, Dikutip dari laman https:// www.law-justice.co/artikel/100970/natalius-pigai-menolak-vaksin-adalah-hak-asasi-rakyat/(diakses  pada 13 Januari 2021).

Nuryani, A., Pratiwi, N., & Mohammad, A. B. (2015). Penggunaan Insulin dan Vaksin Meningitis Kepada Jemaah Haji Menurut Perspektif Islam. Fikiran Masyarakat, 3(1), 13-21–21.

Azizah Palupi, S. (2018). Tinjauan Maslahah Terhadap Penggunaan Vaksin Meningitis Pada Jemaah Haji dan Umroh [PhD Thesis]. IAIN Ponorogo.

Gandryani. F., Hadi, F., (2021). Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 di Indonesia : hak atau kewajiban warga Negara. Jurnal Rechts vinding (media pembinaan hukum internasional), volume 10 Nomor 1

Hafidzi, A. (2020). Kewajiban penggunaaan vaksin : antara legalitas dan formalitas perspektif maqashid al-syaria. Yudisia: Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam. Volume 11, Nomor 2,

 



Nama           : Maula Masthura  (Mahasiswa IPOL, FISIP UIN Ar-Raniry Banda Aceh)
Link sosmed : email (maula.masthura@gmail.com) , instagram (maula.masthura)

 

Categories
pandemi Tulisan Mahasiswa

Vaksinasi COVID-19 & Pro – Kontra Di Media Sosial

Wabah Covid-19 yang melanda dunia pada tahun 2020 menimbulkan kedaduratan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaduratan Kesehatan Masyarakat Covid-19, menetapkan status kedaduratan kesehatan, yang juga diikuti dengan terbitnya Peraturan Peraturan Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2020 tetang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Peembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Pencepatan Penanganan Covid-19.

                Pada perkembangan penanganan Covid-19 di berbagai dunia, terdapat sejumlah penelitian dalam rangka pembuatan vaksin maupun obat untuk mengatasi Covid-19. Khusus berkaitan dengan vaksin, terdapat sejumlah merek vaksin untuk Covid-19 yang telah dibuat guna mencegah penyebaran virus ini.  Dalam menyingkapi hal tersebut, pemerintah Indonesia juga turut aktif dalam rencana kegiatan vaksinasi yang akan diberikan kepada masyarakatnya. Rencana vaksinasi tersebut juga haruslah mempertimbangkan berbagai masukan, diantaranya adalah dengan melihat bagaimana respon dan opini masyarakat terhadap wacana vaksinasi tersebut. Banyak masyarakat umum yang ingin mengungkapkan segala pendapat, aspirasi dan kritikan mengenai vaksinasi Covid-19 tersebut. Namun, karena keterbatasan waktu dan ruang membuat aspirasi masyarakat selalu tidak tersampaikan (Farina & Fikri, 2021).

                Penggunaan media sosial saat ini telah menjadi salah satu kebutuhan vital baik dimasyarakat maupun institusi atau lembaga. Beragam informasi dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat melalui perangkat teknologi yang mereka miliki. Para pengguna media sosial dapat mengakses dengan mudah informasi terkaiat kesehatan yang beredar diberbagai bentuk platform media sosial yang ada. Salah satunya adalah penyebaran informasi tentang adanya vaksinasi Covid-19. Banyak dari masyarakat menyampaikan pendapat mereka, ada yang pro dan tidak sedikit masyarakat yang kontra terhadap informasi tersebut.

                Penyebaran informasi tentang vaksinasi Covid-19 menuai pro dan kontra. Banyak masyarakat biasa maupun publik figur menyampaikan kekhawatirannya tentang adanya vaksin ke media sosial yang mereka miliki. Kekhawatiran yang masyarakat sampaikan dimedia sosial biasanya terkait dengan keraguan keefektifan vaksin tersebut terhadap pencegahan virus Covid-19, kecemasan setelah divaksin (pasca-vaksin), kecemasan kerena usia, bahkan ada yang lebih parah yaitu secara terang-terangan menyampaikan penolakan terhadap vaksin. Lebih bahaya lagi adalah ada orang yang tidak percaya terhadap Covid-19 dan langsung menyampaikannya dimedia sosial yang mereka miliki dengan jumlah pengikut yang banyak. Hal ini tentu sangat berdampak terhadap masyarakat luas, mengingat mereka memiliki followers yang banyak, dan tentu saja postingan yang mereka upload akan menuai komentar yang tidak sedikit ikut menyetujui terhadap postingan tersebut, tanpa menganalisis kebenaran terhadap apa yang disampaikan terlebih dahulu. Word Health Organisation (WHO) pada tahun 2019, menyatakan bahwa keengganan untuk divaksin menjadi salah satu dari 10 (sepuluh) ancaman teratas terhadap kesehatan masyarakat dimana Mathew Toll dan Ang Li menyebutkan bahwa keengganan untuk divaksin ini disebut sebagai sifat negatif atau disebut juga sebagai prilaku anti vaksin (2020). Kecemasan ini merupakan suatu hal yang wajar, karena minimnya informasi yang didapatkan oleh masyarakat tentang vaksin Covid-19 (Kumparan, 25 April 2021). Kecemasan ini juga bisa disebabkan banyaknya penyebaran informasi bohong (hoax) yang tersebar luas di media sosial yang tentu saja sangat mudah diakses oleh masyarakat luas.

                Menyampingkan kecemasan, tidak sedikit juga masyarakat biasa dan publik figur yang menyetujui program pemerintah tentang vaksin Covid-19. Bahkan banyak para medis menyampaikan keampuhan vaksin dalam mencegah dan memutuskan mata rantai penularan virus Covid-19 di paltform media sosial yang mereka miliki. Dengan hal ini seharusnya masyarakat tidak perlu khawatir dengan adanya vaksin ini, karena proses tahapan pengujian vaksin Covid-19 dilakukan dengan ketat.

Banyak hal yang mengakibatkan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap vaksin Covid-19, salah satunya adalah kurangnya kepercayaan masyarakat Indonesia terdapat pemerintah terutama dalam hal keamanan vaksin. Ketidakpercayaan terhadap pemerintah dapat berkontribusi pada keraguan vaksin, penolakan vaksin dari masyarakat bahkan tidak sedikit masyarakat yang menganggapp bahwa vaksinasi hanyalah bisnis yang dilakukan oleh para elit.

Untuk itu pemerintah perlu membangun membangun kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan tenaga kesehatan, sistem biomedis, dan teknologi vaksin yang semuanya diperlukan untuk menciptakan lingkungan penerimaan vaksinasi. Instansi pemerintah perlu menjangkau masyarakat yang enggan divaksin melalui pihak-pihak melalui pemerintah terutama penyedia layanan kesehatan. Pemerintah memerlukan teknik komunikasi yang lebih efektif dan inovatif untuk mendapatkan kepercayaaan masyarakat terutama memamnfaatkan teman sebaya seperti asosiasi, profesional, kelompok agama dan juga memperkuat hubungan antara pejabatkesehatan dengan praktisi pengobatan alternatif agar dapat menjangkau masyarakat yang masih ragu tentang program vaksinasi (Era & Astriana, 2021)

Untuk meminimalisir hasil negatif dari komunikasi bencana kesehatan terutama vaksinasi maka diperlukan mobilisasi permainan media sosial terutama para ahli dan pemerintah untuk mengerahkan perhatian publik pada sumber informasi sains yang terpercaya. Ini harus menjadi upaya utama pemerintah dalam menangapi ketidakpercayaan masyarakat terutama dalam aspek keamanan vaksin dan efek samping dari vaksin. Sehingga informasi palsu yang beredar di media sosial dapat diminimalisir jika masyarakat terus diarahkan pada sumber sains yang terpercaya. (Limaye RJ, 2020). Dengan demikian, status darurat keamanan kesehatan (health security) masyarakat yang menjadi tanggung jawab pemerintah, meskipun berat, bisa diminimalisir ke depan.

 

Referensi:

Jurnal:

Era Purike & Astriana Baiti. (2021). Informasi Vaksin di Media Sosial dan Program Vaksin Covid-19: Langkah Apa yang Dapat Dilakukan Oleh Pemerintah Republik Indonesia?, iasambas, 4(2), 58-69.

Farina Gandryani & Fikri Hadi. (2021). Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 di Indonesia: Hak Atau Kewajiban Warga Negara, Rechts Vinding Media Pembinaan Hukum Nasional, 10(1), 23-41.

Limaye RJ, S. M. (2020). Building Trust While Influencing Online Covid-19 Content in The Social Media Word. Lancet Digital Health. 7500(20).

Methew Toll, A. L. (2020). Vaccine Sentiment and Under-Vaccination : Attitudes and Behavior Around Measles, Mumps, and Rubella Vaccine (MMR) in an Australian Cohort. 11(021), 1-9.

Kurniawan, R,. & Aprilia, A. (2020). Analisis Sentiment Masyarakat Terhadap Virus Corona Berdasarkan Opini Dari Twitter Berbasis Web Scraper. Jurnal INSTEKS (Informasi Sains dan Ternologi), 5(1), 67-75.

Media Massa:

Syarbiansyah, Rijal. (2021), “Pro dan Kontra Vaksin COVID-19”. Kumparan.

Anwar, Firdaus (2021), “Pro dan Kontra Sertifikat Vaksinasi COVID-19 Jadi Syarat Perjalanan. Detikcom.

Putri, Vanya Karunia Mulia (2021), “Contoh Mosi Debat Po dan Kontra Tentang Covid-19”. Kompas.com

 

Sri Multi Mailisa (Mahasiswa Ilmu Politik, FISIP UIN Ar-Raniry Banda Aceh)

Link Media Sosial: Instagram (smmailisa) email: sri.multi.maylisa@gmail.com