Categories
Kolom Pendiri

Menjaga Pancasila, Menjaga Indonesia

”Pantjasila adalah satu alat mempersatu, jang saja jakin sejakin-jakinnja Bangsa Indonesia dari Sabang sampai ke Merauke hanjalah dapat bersatu padu diatas dasar Pantjasila itu.”
(Bung Karno dalam Pantjasila Dasar Filsasat Negara)

Tidak ada yang membantah sama sekali, apa yang dikatakan oleh Bung Karno itu. Melihat kenyataan, baik secara historis dan sosiologis, Indonesia merupakan sebuah entitas lama yang telah tumbuh secara subur kekayaan kebudayaan, bahkan jauh sebelum bangsa Eropa datang untuk melakukan penjajahan ekonomi, politik dan kebudayaan. Oleh karenanya kesadaran akan kekayaan entitas itu harus dimaknai dengan sebaik-baiknya, supaya dapat menjadi kekuatan bersama dalam membangun kedaulatan bangsa.

Walau dalam kenyataannya, Pancasila selalu saja berada dalam ancaman ketika hendak diselewengkan oleh sebuah rezim, dan hal itu terjadi pada masa Orde Baru. Ada keinginan kuat oleh Suharto, kala itu, untuk memberikan tafsiran tunggal atas Pancasila itu, yang lebih dari sekadar dasar dan falsafah negara, juga menjadi pedoman untuk kehidupan individu, masyarakat dan bernegara

(Deliar Noer, Mohammad Hatta Biografi Politik, , 1990, hal: 688).

Padahal, perkara demikian bukanlah kehendak dari pendiri bangsa ini. Pancasila harus-lah diletakkan dalam keadaan terbuka, sehingga memberikan peluang kepada siapapun memberikan tafsirnya, tanpa kemudian meninggalkan fungsi Pancasila sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut ditegaskan oleh Fachry Ali sebagai berikut:

“…Sedangkan Pancasila itu sendiri merupakan pandangan hidup bangsa. Ini berarti bahwa  nilai-nilai dasar Pancasila harus memberi dasar, arah dan tujuan kehidupan berbangsa. Oleh karena itu pulalah Pancasila harus direfleksikan sedemikian rupa, ke dalam kehidupan bernegara khususnya, dan ke dalam kehidupan masyarakat pada umumnya

(Fachry Ali, Islam, Pancasila dan Pergulatan Politik, , 1984: 200-201).

Dalam perjalanannya, terutama berkaitan dengan kehidupan sosial politik dan agama, Pancasila kemudian mampu menjadi wadah yang menjembatani nilai agama di dalam dunia politik, yang kemudian muncul sebagai sistem etika dan moralitas politik di Indonesia

(Fachry Ali, Golongan Agama dan Etika Kekuasaan Keharusan Demokratisasi dalam Islam Indonesia, 1996: 209).

Jadi, perlu kerja keras untuk menjadikan Pancasila ini merupakan sebuah sebagai dasar dan falsafah negara kepada rel-nya, setelah mengalami penyelewengan dan ancaman berarti di zaman ini. Penyelewengan yang dimaksud adalah ketika rezim Orde Baru memaksakan tafsir tunggalnya atas Pancasila. Sehingga pihak manapun yang memberi tafsiran yang berbeda, maka akan dianggap melawan negara. Salah satu perlawanan  oposisi yang paling dikenang dalam sejarah Orde Baru adalah kelompok Petisi 50. Sebuah kelompok yang melakukan koreksi terhadap jalan pikiran Suharto tentang kedudukan pemerintahannya dengan Pancasila dan UUD 1945.

Suharto kala itu, menurut pandangan kleompok Petisi 50, telah melenceng jauh ketika rezimnya dianggap sebagai manifestasi dari Pancasila dan konstitusi. Sehingga bagi pihak manapun yang melakukan koreksi atas jalannya pemerintahan Suharto, maka akan didakwa dengan pasal subversif.

Ancaman akhir-akhir ini terhadap Pancasila tentu saja munculnya kelompok-kelompok intoleran yang mengancam keberagaman, yang hal itu sebenarnya anugerah Tuhan kepada bumi Indonesia. Belum lagi kekuatan asing yang mengincar kekayaan bumi Indonesia.

Pancasila hari ini tentu saja, tentu saja tidak dalam susunan kelima prinsip yang dikemukan dalam pidato Bung Karno 1 Juni 1945.  Hal ini dikarenakan pada tanggal 22 Juni 1945, dengan perdebatan yang lebih mendalam dan melibatkan banyak elemen, termasuk penghilangan 7 kata legendaris itu, telah disusun Pancasila dengan lima prinsip yang seperti kita kenal sekarang. Lima prinsip itu adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Namun tentunya, semangat yang menjiwai dan inspirasinya adalah dari pidato Bung Karno itu.

Akhir kata, Pancasila  adalah penegasan tentang konsensus bangsa ini. Bahwa keberadaan Pancasila adalah modal untuk menata Indonesia  di masa mendatang. Kehilangan Pancasila, maka kita akan kehilangan Indonesia. Namun, menjaga Pancasila, maka kita akan menjaga sepanjang hayat. Seperti kata Bung Karno, “Kita mendirikan negara bukan untuk sewindu saja, tapi seribu windu lamanya!”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: